Kegiatan literasi selama ini identik dengan aktivitas membaca dan menulis. Namun, deklarasi Praha pada tahun 2003 menyebutkan bahwa literasi juga mencakup bagaimana seseorang berkomunikasi dalam masyarakat literasi juga bermakna praktik dan hubungan sosial yang terkait dengan pengetahuan bahasa dan budaya Unesco, 2003). UNESCO itu juga menyebutkan bahwa literasi informasi terkait pula dengan kemampuan untuk mengidentifikasi, menentukan, menemukan, mengevaluasi, menciptakan secara efektif dan terorganisasi, menggunakan, dan mengomunikasikan informasi untuk mengatasi berbagai persoalan. Kemampuan-kemampuan tersebut perlu dimiliki setiap individu sebagai syarat untuk berpartisipasi dalam masyarakat informasi dan itu bagian dari hak dasar manusia menyangkut pembelajaran sepanjang hayat. Dari sisi istilah, kata literasi berasal dari bahasa Latin yaitu literatus yang setara dengan kata letter dalam bahasa Inggris yang merujuk pada makna kemampuan membaca dan menulis. Adapun literasi dimaknai kemampuan membaca dan menulis yang kemudian berkembang menjadi kemampuan menguasai pengetahuan bidang tertentu. Untuk merujuk pada orang yang mempunyai kemampuan tersebut digunakan istilah literet atau dari kata literate yang dapat dimaknai berpendidikan, berpendidikan baik, membaca baik, sarjana, terpelajar, bersekolah, berpengetahuan, intelektual, intelijen, terpelajar, terdidik, berbudaya, kaya informasi, dan canggih. Di Indonesia, pada awalnya literasi dimaknai sebagai keberaksaraan dan selanjutnya dimaknai melek atau keterpahaman. Langkah awal melek baca dan tulis ditekankan karena kedua keterampilan berbahasa ini merupakan dasar bagi pengembangan melek dalam berbagai hal. Pemahaman literasi pada akhirnya tidak hanya merambah pada masalah baca tulis saja bahkan sampai pada tahap multiliterasi. Dalam undang-undang nomor 3 tahun 2017 tentang sistem perbukuan, literasi dimaknai sebagai kemampuan untuk memaknai informasi secara kritis sehingga setiap orang dapat mengakses ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai upaya dalam meningkatkan kualitas hidupnya. Menurut World Economic Forum tahun 2016, peserta didik memerlukan 16 keterampilan agar mampu bertahan di abad 21 yakni pondasi literasi atau literasi dasar yaitu bagaimana peserta didik menerapkan keterampilan berliterasi untuk kehidupan sehari-hari, kompetensi yaitu bagaimana peserta didik menyikapi tantangan yang kompleks, dan karakter yaitu bagaimana peserta didik menyikapi perubahan lingkungan mereka.
Nah itu adalah konsep dasar tentang literasi yang saya baca di buku e-book tentang literasi yaitu buku panduan gerakan literasi sekolah yang dimuat di Rumah Belajar Di dalam buku ini juga terdapat banyak sekali hal terkait dengan literasi di antaranya tentang apa saja sih kecakapan abad 21 itu yang harus dimiliki oleh siswa yang diantaranya adalah literasi baca tulis, numerasi, literasi, sains, literasi digital, literasi finansial, literasi budaya dan Kewarganegaraan, berpikir kritis dan pemecahan masalah, kreativitas, komunikasi, kolaborasi, keingintahuan, inisiatif, ketekunan, penyesuaian diri, kepemimpinan, dan kepekaan sosial dan budaya. Hal tersebut adalah kecakapan abad 21 yang ditulis di dalam buku panduan gerakan literasi sekolah yang ada di rumah belajar.Id. Selain itu, di dalam buku ini juga terdapat bagaimana kita sebagai guru harus mengembangkan gerakan literasi sekolah juga apa saja komponen-komponen literasi kemudian ihwal tentang literasi di sekolah, prinsip-prinsip literasi sekolah yang diantaranya bahwa literasi harus terintegrasi dengan kurikulum. Kemudian bahwa kegiatan membaca dan menulis harus bisa dilakukan kapan pun dan di mana pun juga bahwa kegiatan literasi harus bersifat berimbang. Kegiatan literasi ini juga harus mengembangkan budaya lisan. Di dalam buku ini sangat lengkap karena juga disertai dengan strategi membangun budaya literasi di sekolah. Jelas, buku ini sangat bagus untuk dibaca oleh kita sebagai stakeholder pendidikan untuk mengembangkan literasi di sekolah yang memang sudah diprogramkan oleh pemerintah.
Nah, apabila teman-teman semua ingin mengetahui bagaimana literasi sekolah itu dan bagaimana strategi untuk mengembangkan literasi sekolah maka silakan untuk membaca buku ini di rumahbelajar.id pada link berikut
Selain tentang budaya literasi, di dalam Rumah Belajar ini saya juga membaca sebuah buku tentang perundungan atau bullying dengan judul stop perundungan. Perundungan atau bullying adalah hal yang banyak terjadi baik di kalangan anak-anak, remaja, bahkan dewasa. Sadar atau tidak sadar, kita pun barangkali pernah menjadi korban ataupun pelaku perundungan. Perundungan itu sendiri tidak hanya terjadi di dunia nyata tetapi juga di dunia maya. Bukan hanya tindakan seperti memukul, mendorong, menjitak, menjauhi, tetapi juga ucapan kasar, mengejek, membicarakan aib, bahkan memandang dengan pandangan merendahkan juga termasuk perilaku merundung. Buku dengan judul stop perundungan ini sangat bagus untuk dibaca baik oleh remaja maupun dewasa. Di dalamnya membicarakan tentang apa, siapa, dan bagaimana saja bentuk-bentuk perundungan itu juga terkait hal hal bagaimana supaya kita bisa menghindari diri dari perundungan serta apa tindakan kita apabila menjadi korban perundungan agar tidak menjadi down kemudian juga agar kita tidak menjadi orang yang merundung orang lain.
Mengenai perundungan ini saya memiliki pengalaman waktu sekolah dasar dimana seorang teman saya, perempuan, mari kita sebut saja namanya Mawar, yang mengalami perundungan oleh teman-teman laki-laki di kelas. Jadi waktu itu teman laki-laki di kelas selalu merundung Mawar dengan mengatainya bau dan juga memukulinya. Setiap anak laki-laki akan bergantian untuk memukuli Mawar dan saya sebagai teman perempuan kemudian merasa khawatir terhadap apa yang dialami oleh Mawar. Maka kemudian saya mengambil tindakan untuk mencoba membela Mawar dengan cara saya akan membalas pukulan yang diterima oleh Mawar. Jadi, kalau seorang anak laki-laki memukul Mawar maka saya akan memukul anak laki-laki tersebut untuk membalas mawar. Nah, hal itu mengakibatkan saya juga menjadi dimusuhi oleh anak laki-laki dan kemudian mengakibatkan saya sendiri harus berkelahi dengan anak laki-laki setiap hari. Pengalaman ini kemudian membuat saya ingin belajar beladiri sehingga di kemudian hari saya mempelajari beladiri dengan alasan agar saya tidak mengalami perundungan dan menurut saya belajar bela diri itu penting juga agar kita bisa membela orang lain yang menjadi korban perundungan.
Jadi benar sekali apa yang dikatakan di dalam buku tersebut bahwa perundungan itu bisa menimbulkan efek positif seperti seorang mempelajari beladiri juga memberikan efek negatif yaitu membuat seseorang menjadi tidak percaya diri. Nah, buku tentang perundungan ini penting sekali dibaca oleh kita sebagai guru juga oleh remaja dan anak-anak agar tidak menjadi pelaku juga agar tidak menjadi korban perundungan untuk lebih jelasnya bisa dibaca di link berikut
Tulisan ini saya buat dengan teknologi Speech to Text (STT) yang proses pembuatannya dapat dilihat di chanel youtube saya, untuk menontonnya teman-teman silakan klik di sini
Selain itu, saya juga mengubah kembali tulisan ini dari bentuk tulisan menjadi suara dengan teknologi Text to Speech (TTS) menggunakan aplikasi Balabolka yang sudah memakai SAPI 5 dengan vocalizer Damayanti. Untuk melihat proses pembuatannya teman-teman dapat menontonnya di sini aja dan apabila hanya ingin mendengarkannya saja, tidak ingin membaca atau menonton, teman-teman dapat mendengarkan versi MP3-nya di sini
Menyukai ini:
Suka Memuat...